Selasa, 14 Februari 2017

EDISI ANTING - ANTING YANG HILANG




Sekitar jam 12, siang itu, Saat semua sibuk menyiapkan menu kedai “Neng Ais” untuk bazaar Ramadan H 11. Najwa, anak ke 3 kami, adiknya si Ais, umur 2,8 tahun, mendatangi kita di dapur.
“Habij, habij, habij nih,” katanya sambil memegangi teliganya.
“Apanya, ning. Apanya, ning?” Tanya Emma. Dengan berlimpah kasih, diambil cucu bungsunya itu lalu direbahkan disimpuhannya.
“Nih…. nih… nih.” Putri kecilku yang lucu itu, menunjuk -  nunjuk dan melintir -  lintir telinga kanannya.
“aaah… kemana antingnya, kok dak ada.” Seru mertuaku itu.
Semua kesibukan terhenti sebentar mendengar seruan itu. Semuanya tertuju pada si kecil. Kuhampiri si bungsu itu. Kurangkul, kugendong dan kucium-ciumi pipi cute nya hingga dia geli, menggeliat, tertawa-tawa. Gemmes. Dia dah tenang.
” Habis dimana, dik. Dimana, cayang” Selidikku. memancing ujarannya. Mencoba merunut peristiwa kemungkinan tempat anting itu jatuh
“dicana, di main. Acu main dicana. Pas… pass habij.” Tangannya yang lentik menunjuk-nunjuk. Aku ditarik, ditunjukkan semua tempat dimana dia bermain. Hingga bosan atau lelah menderanya. Lalu mengajaknya bobo siang.

“Ah…… Alhamdulillah, dah bobo.” Syukur kupanjatkan pada-Mu. Yaa… Robb.